ANAKKU SPESIAL

Mengenal Gangguan Sensori pada Anak

Beberapa anak terlahir dengan gangguan sensori tertentu yang membuat mereka mengalami kesulitan dalam memproses stimuli. Mari kita mengenal berbagai gangguan sensori pada anak agar dapat ditangani dengan tepat.

Desi Hariana | 27 Agustus 2021

Gangguan sensori sebenarnya dapat ditemukan pada siapa saja, namun memang lebih sering ditemukan pada anak. Kondisi yang juga disebut sebagai sensory processing disorder ini adalah kesulitan yang dialami oleh otak untuk menerima dan merespons informasi yang didapat dari berbagai indera (senses).

Gangguan yang kemudian lebih sering disebut sebagai sensory integration dysfunction ini, belum ditetapkan sebagai penyakit dengan diagnosis tersendiri, melainkan sebagai gejala atau bagian dari kondisi lain, contohnya ASD (autism spectrum disorder).

Bagaimana otak memproses stimuli

Kita tahu bahwa sejak dilahirkan, manusia mengenali dunia di sekelilingnya dengan bantuan kelima inderanya. Sensory processing atau cara manusia memproses informasi sebenarnya tak hanya melalui kelima indera itu saja. Jika kita perhatikan, ada tiga ‘senses’ lainnya yang juga penting, yaitu:

  • Proprioception. Ini adalah kesadaran internal mengenai tubuh kita sendiri. Kemampuan ini membantu kita untuk mengatur postur, gerakan, juga menyadari ruang tempat kita berada.
  • Vestibular. Istilah ini mengacu pada kemampuan mengenali ruang yang terletak di telinga bagian dalam kita. Dengan kemampuan ini, kita dapat menjaga keseimbangan dan koordinasi gerak tubuh.
  • Interoception. Kesadaran mengenai apa yang terjadi pada tubuh kita atau kita menyebutnya sebagai ‘rasa’. Termasuk merasakan temperatur dan emosi.

Jika salah satunya terganggu, maka terjadilah gangguan sensori yang akan mengganggu kemampuan anak mempersepsi dan meresepons stimuli.

Bentuk gangguan sensori pada anak

Walaupun tidak semua gangguan sensori cukup serius sehingga membutuhkan terapi, namun ada baiknya orangtua juga mampu mengidentifikasi dini ganguan ini. Bentuk gangguan sensori memang sangat bervariasi, ada yang ekstrem, ada yang ringan. Gangguan sensori yang ditemukan umumnya berada dalam spektrum di antara kedua kutub ekstrem, yaitu hypersensitive dan hyposensitive.

Anda perlu curiga jika anak menunjukkan perilaku sebagai berikut,

  • Sering menabrak-nabrak furnitur, orang, atau menjatuhkan barang secara berulang.
  • Menangis atau bersembunyi saat mendengar suara yang menurut Anda tak terlalu kencang. Begitu juga dengan reaksi berlebihan pada cahaya.
  • Tidak memperlihatkan respons pada suhu udara, misalnya tidak mengeluh kepanasan, atau kedinginan.
  • Menolak saat dipeluk oleh orang yang dikenalnya, termasuk orang tuanya.
  • Berlarian atau melakukan sesuatu tanpa memikirkan bahaya, walaupun Anda sudah beberapa kali mengingatkannya.
  • Picky eating, memilih-milih makanan.
  • Tidak terlihat kesakitan (atau menangis) saat jatuh, terluka, atau terbentur.
  • Senang memasukkan benda ke mulut, mencium, atau menyentuh benda yang dilihatnya.
  • Memperlihatkan takut yang berlebihan saat bertemu orang asing.

Penanganan gangguan sensori

Sesungguhnya tak ada standar penanganan khusus pada gangguan sensori, bahkan sebagian besar tidak dibutuhkan terapi. Selain itu, gangguan ini juga tak dapat disembuhkan, kita hanya dapat membantu anak untuk beradaptasi dan mengatasi gangguan yang dialaminya.

Pada anak dengan kondisi tertentu, dokter atau psikolog akan menyarankan untuk mengikuti beberapa terapi, seperti:

  • Terapi okupasi. Membantu anak mempelajari cara melakukan berbagai kegiatan sehari-hari secara normal. Hal-hal yang mungkin dihindarinya karena gangguan sensori.
  • Terapi fisik. Terapis membantu anak untuk melakukan diet sensori, di mana anak dipuaskan kebutuhannya akan sensori (pada anak yang sensory seekers) melalui berbagai kegiatan positif.

Jika Anda mencurigai adanya gangguan sensori pada anak, segera konsultasikan dengan dokter anak atau psikolog anak untuk penanganan lebih lanjut. Kalaupun anak harus diterapi, dukungan Anda untuk membantu anak berlatih di rumah juga sangat menentukan keberhasilan terapi yang dijalani anak.

Referensi:

Polling
Perlukah anak di imunisasi?
Silahkan Login untuk isi Polling LIHAT HASIL
Komentar
Silahkan Login untuk komentar
Punya pertanyaan seputar Ibu dan anak? Kamu bisa bertanya pada ahlinya di sini

Kirim Pertanyaan