KESEHATAN ANAK

Menangis Hingga Wajahnya Membiru

Ada kemungkinan anak mengalami kondisi emosional yang dapat membuat wajahnya membiru (atau pucat), bahkan kemudian tak sadarkan diri. Bagaimana ini bisa terjadi dan bagaimana cara menghindari anak menangis hingga wajahnya membiru?

Desi Hariana | 13 April 2022

Ibu mungkin pernah menyaksikan anak menangis hingga wajahnya membiru atau pucat, lalu tiba-tiba pingsan atau kejang. Kondisi ini dikenal dengan breath-holding spell atau pingsan akibat napas tertahan. Walaupun terdengar menakutkan, namun umumnya kondisi ini tidak membahayakan dan anak dapat kembali normal setelah mengalaminya.

Penyebab breath-holding spells

Anak menangis hingga wajahnya membiru atau pucat dapat terjadi di usia antara 6 bulan hingga 6 tahun, namun lebih sering ditemukan pada usia 6 bulan hingga 1,5 tahun. Kondisi ini terjadi kala tubuh anak melakukan refleks akibat kondisi emosional seperti tantrum, kesal, marah, frustrasi, merasa sakit, atau kaget.

Ada dua jenis breath-holding spells, yaitu:

  • Cyanotic, ditandai dengan anak menangis, wajah membiru, kemudian mengalami pingsan atau kejang. Biasanya terjadi akibat anak marah atau merasa frustrasi.
  • Pallid, anak bisa saja menangis atau tidak, wajahnya memutih/pucat sebelum pingsan atau kejang dan biasanya disebabkan anak kaget atau merasa sakit.

Tidak ada anak yang ‘merencanakan’ atau menyengaja untuk mengalami breath-holding spells. Mereka tak dapat mengontrol tubuhnya kala ini terjadi. Para ahli pun belum begitu memahami apa penyebab kondisi ini secara pasti, namun ada kecurigaan memiliki kaitan dengan anemia defisiensi zat besi.

Apa yang dapat dilakukan orangtua kala anak menangis hingga wajah membiru?

Saat breath-holding spells terjadi, tubuh anak akan merespons situasi emosional ini secara otomatis (refleks). Efeknya, pola pernapasan, detak jantung, dan tekanan darah anak berubah sehingga dapat menyebabkan anak pingsan, bahkan kejang. Ada anak yang hanya mengalaminya sekali dalam setahun, ada juga yang bisa beberapa kali dalam sehari.

Gejala yang dapat dialami anak:

  • tubuh kaku atau melengkung
  • menghentakkan tubuh beberapa kali
  • berkeringat
  • mengompol.

Berikut adalah beberapa hal yang bisa dilakukan orangtua kala anak mengalami breath-holding spells:

  • Bersikap tenang, pada umumnya kondisi ini hanya akan terjadi selama satu menit.
  • Baringkan anak pada satu sisi tubuhnya dan jaga hingga ia terbangun kembali.
  • Jangan memasukkan apapun ke mulut anak, termasuk jari Anda. Jika anak kejang, jaga agar kepala, dan anggota tubuhnya tidak mengalami cedera.
  • Tidak menggoyang-goyangkan tubuh anak karena hal ini tidak akan menolong anak.
  • Menenangkan orang lain yang ada di ruangan bahwa kondisi ini wajar dan tidak berbahaya.
  • Jika anak cedera ketika terjatuh saat pingsan, segera periksakan ke dokter anak.
  • Ketika anak terbangun, tak usah memarahi, memberinya hadiah, atau bahkan bersikap berlebihan. Ini hanya akan membuat anak kebingungan.

Namun demikian, orangtua sebaiknya tetap memeriksakan anak ke dokter untuk mengeliminasi kemungkinan lain dari kondisi ini, terutama jika anak sering mengalaminya.

Mencegah breath-holding spells

Ketika anak sudah pernah mengalami menangis hingga wajahnya membiru/pucat, bahkan hingga pingsan, berikut adalah beberapa cara untuk mencegahnya:

  • Berusaha untuk mengalihkan perhatian anak dari situasi yang dapat membuatnya emosional.
  • Memberikan anak kesempatan untuk beradaptasi pada perubahan agar ia tak mengalami kaget atau takut akibat perubahan tersebut.
  • Mempelajari penyebab tantrum pada anak sehingga dapat menghindarinya.
  • Pastikan anak tidak merasa kelaparan atau terlalu kelelahan.
  • Membantu anak yang lebih besar untuk mengatasi emosi yang mereka rasakan agar tidak mengarah pada breath-holding spells.
  • Memastikan anak mendapat asupan zat besi yang cukup jika mengalami anemia.

Walaupun sangat jarang terjadi, anak dapat pingsan lebih dari satu menit, Anda perlu waspada. Lakukan CPR/RJP (resusitasi jantung paru) jika sudah lebih dari 3 menit dan segera hubungi layanan panggilan darurat di Indonesia, yaitu 112.

Referensi:

Polling
Perlukah anak di imunisasi?
Silahkan Login untuk isi Polling LIHAT HASIL
Komentar
Silahkan Login untuk komentar
Punya pertanyaan seputar Ibu dan anak? Kamu bisa bertanya pada ahlinya di sini

Kirim Pertanyaan