OBROLAN SERU

Menuju Kenormalan Baru

Menjalani masa transisi menuju ‘kenormalan baru’ (new normal) sekarang ini, ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian kita semua. Tanpa peran dan kerjasama semua pihak, transisi menuju kenormalan baru akan sulit terwujud.

Desi Hariana | 23 Juni 2020

Akhir-akhir ini kita sering sekali mendengar istilah ‘the new normal’. Dalam Bahasa Indonesia, istilah tersebut lebih dikenal sebagai ‘kenormalan baru’. Menurut Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, kenormalan baru diartikan sebagai beradaptasi dengan lingkungan, dalam bentuk perubahan perilaku diri menjadi lebih disiplin menjaga kebersihan, dan menaati peraturan protokol kesehatan.

Tujuan utama dari kenormalan baru adalah sebagai langkah percepatan penanganan COVID-19 dalam bidang kesehatan, sosial, dan ekonomi. Organisasi kesehatan dunia, WHO, menyiapkan pedoman transisi menuju kenormalan baru selama pandemi COVID-19. Dalam protokol tersebut, setiap negara harus terbukti mampu mengendalikan penularan COVID-19 lebih dahulu sebelum menerapkan kenormalan baru.

Kesiapan menjalankan kenormalan baru

Dokter Hans Henri P. Kluge, Direktur Regional WHO untuk Eropa, menyampaikan pernyataannya pada media mengenai transisi menuju kenormalan baru. Ia menyampaikan bahwa kita harus menyadari bahwa tidak ada ‘jalur cepat’ dalam melewati masa transisi menuju kenormalan baru tersebut. Pergerakan COVID-19 sangat tergantung pada apa yang kita lakukan.

Negara yang siap menuju kenormalan baru memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

  • Ada bukti yang menunjukkan bahwa transmisi COVID-19 di negara itu dapat dikontrol dengan baik. 
  • Sarana kesehatan masyarakat seperti rumah sakit telah siap untuk mengidentifikasi, melakukan isolasi, tes penapisan, menelusuri kontak penderita (tracing) dengan orang lain, dan melakukan karantina pada penderita.
  • Penyebaran berkurang di daerah yang ditinggali oleh mereka yang rentan terkena COVID-19, misalnya di panti wreda, fasilitas kesehatan mental, atau area yang padat penduduk.
  • Protokol kesehatan di tempat kerja berjalan dengan baik – menjaga jarak, banyak fasilitas mencuci tangan, menggunakan masker, dan lain sebagainya. 
  • Risiko penularan penyakit dari luar area dapat ditahan.
  • Komunitas juga punya suara dan berperan aktif dalam transisi kenormalan baru ini.

Langkah-langkah yang dilakukan pemerintah

Pada konferensi pers yang dilakukan tanggal 31 Mei 2020, Jubir Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, dr. Achmad Yurianto, menyampaikan bahwa berdasarkan penjelasan Tim Pakar Gugus Tugas Penanganan COVID-19, transisi menuju kenormalan baru dilakukan bertahap dan tidak bisa serentak. Mengapa? Karena permasalahan di 514 kabupaten/kota di seluruh Indonesia tentunya tak akan sama.

Kenormalan baru di suatu daerah baru bisa dilaksanakan apabila angka penurunan kasus positif setidaknya mencapai lebih dari 50 persen dari kasus puncak yang pernah dicapai di daerah tersebut dalam 3 minggu berturut-turut. Selanjutnya, jika di suatu daerah masih terdapat penambahan kasus, maka rata-rata penambahan kasus positifnya harus menurun di bawah 5% dari kasus yang diperiksa. 

Bagaimana dengan pembukaan sekolah?

Dalam konperensi pers lintas lembaga yang diadakan 15 Juni lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim mengatakan, “Prinsip dikeluarkannya kebijakan pendidikan di masa Pandemi COVID-19 adalah dengan memprioritaskan kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga, dan masyarakat.”

Tahun ajaran baru bagi pendidikan anak usia dini (PAUD), pendidikan dasar, dan pendidikan menengah di tahun ajaran 2020/2021 tetap dimulai pada bulan Juli 2020. Pembelajaran tatap muka baru dapat dilakukan di daerah yang ditetapkan zona hijau, dengan tahapan sebagai berikut:

  • Tahap I: SMA, SMK, MA, MAK, SMTK, SMAK, Paket C, SMP, MTs, Paket B
  • Tahap II dilaksanakan dua bulan setelah tahap I: SD, MI, Paket A dan SLB
  • Tahap III dilaksanakan dua bulan setelah tahap II:  PAUD formal (TK, RA, dan TKLB) dan non formal.

Mendikbud menyatakan bahwa bagi anak-anak yang tinggal di wilayah zona kuning, oranye, dan merah, dilarang melakukan pembelajaran tatap muka, melainkan tetap melanjutkan Belajar dari Rumah. Terkait jumlah peserta didik, hingga 15 Juni 2020, terdapat 94 persen peserta didik yang berada di zona kuning, oranye, dan merah dalam 429 kabupaten/kota, sedangkan peserta didik yang saat ini berada di zona hijau hanya berkisar 6 persen.

Kesadaran kita bersamalah yang dapat mempercepat transisi menuju kenormalan baru ini berjalan lancar. Oleh karenanya, yuk kita patuhi semua protokol kesehatan selama pandemi COVID-19 ini. 

Referensi

  • https://www.euro.who.int/en/media-centre/sections/statements/2020/statement-transition-to-a-new-normal-during-the-covid-19-pandemic-must-be-guided-by-public-health-principles
  • http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20200531/0433999/new-normal-dilaksanakan-bertahap/
  • https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2020/06/panduan-penyelenggaraan-pembelajaran-pada-tahun-ajaran-dan-tahun-akademik-baru-di-masa-covid19
Polling
Perlukah anak di imunisasi?
Silahkan Login untuk isi Polling LIHAT HASIL
Komentar
Silahkan Login untuk komentar
Artikel Sebelumnya

Gigi Anak Renggang

Artikel Selanjutnya

Pendidikan Seks Sesuai Usia

Punya pertanyaan seputar Ibu dan anak? Kamu bisa bertanya pada ahlinya di sini

Kirim Pertanyaan