KESEHATAN ANAK

Ketika Anak Tertular COVID-19

Saat membaca hasil swab antigen atau PCR dan tertulis positif, respons pertama yang dialami tubuh biasanya adalah lemas. Apalagi jika Si Kecil juga ikut tertular penyakit ini. Apa yang dapat dilakukan orang tua ketika anak tertular COVID-19?

Desi Hariana | 15 Juli 2021

Di Indonesia, kasus konfirmasi COVID-19 pada anak meningkat dengan rasio 1:8 dari keseluruhan kasus positif yang dilaporkan, dan rasio kematian akibat COVID-19 sebesar 1:90. Angka ini terlihat kecil, namun jika yang sakit adalah anak atau anggota keluarga kita, tentunya angka ini jadi tak berarti. Terlalu besar harga yang dipertaruhkan jika sampai kita meremehkan kondisi saat ini.

Apa yang dilakukan ketika Si Kecil tertular COVID-19?

Hal pertama yang perlu dilakukan adalah berkonsultasi dengan dokter, Anda dapat menggunakan fasilitas telekonsultasi seperti yang bisa ditemukan pada beberapa aplikasi berbasis kesehatan saat ini. Jika anak memiliki faktor komorbid seperti penyakit paru, obesitas, diabetes, jantung bawaan, dan lainnya, segera periksakan ke fasilitas kesehatan terdekat karena anak lebih berisiko mengalami gejala berat.

Dalam kondisi rumah sakit yang penuh, biasanya isolasi mandiri di rumah menjadi pilihan banyak pasien COVID-19. Namun demikian, dokter juga tidak akan dengan serta merta mendukung pilihan tersebut. Ada beberapa kriteria yang perlu dipenuhi untuk melakukan isolasi mandiri di rumah, terutama bagi anak, yaitu:

  • tidak bergejala/asimptomatik
  • kalaupun bergejala, gejalanya ringan (batuk pilek, demam, diare, muntah, ruam-ruam)
  • anak aktif dan mau makan minum seperti biasa
  • saturasi oksigen dalam keadaan istirahat >95%
  • tidak ada desaturasi (penurunan saturasi) oksigen saat aktivitas
  • tidak sesak
  • rumah atau kamar memiliki ventilasi yang baik.

Apa yang harus diwaspadai?

Saat menjalankan isoman atau isolasi mandiri, lakukan protokol kesehatan dalam penanganan pasien positif COVID-19. Selalu gunakan masker yang diganti secara berkala, rajin mencuci tangan sebelum dan setelah menangani pasien, mencuci baju secara terpisah dengan baju pasien, rutin melakukan disinfeksi ruangan, memisahkan alat makan dengan pasien, dan selalu menjaga kesehatan diri sendiri.

Pasien anak juga perlu selalu dipantau kondisi kesehatannya, seperti:

  • suhu (normal 36,5-37,5 derajat Celsius)
  • saturasi oksigen (di atas 95%)
  • asupan makanan baik
  • aktivitas anak
  • kecukupan cairan
  • laju napas anak.

Untuk laju napas anak, perhatikan tarikan napasnya dalam semenit. Kondisi yang perlu diperhatikan (red flag) saat laju napas anak berada pada hitungan berikut:

  • Bayi < 2 bln (lebih dari 60 kali per menit)
  • 2-11 bulan (lebih dari 50 kali per menit)
  • 1-5 tahun (lebih dari 40 kali per menit)
  • Di atas 5 tahun (lebih dari 30 kali per menit)

Anda perlu menghubungi petugas medis atau membawa ke rumah sakit jika anak:

  • terlalu banyak tidur, kesadaran menurun
  • sesak, sulit bernapas, atau ada cekungan di dada
  • saturasi oksigen menurun (< 95%)
  • kejang
  • mata merah, ruam makin banyak, leher bengkak
  • demam melebihi 7 hari
  • tidak mau makan dan minum
  • mata cekung
  • buang air kecil berkurang.

Ketika anak tertular COVID-19, hindarilah bersikap panik karena kepanikan justru dapat menyebabkan terjadinya salah penanganan. Jika mengalami kebingungan atau keraguan, Anda dapat selalu meminta bantuan ahli medis untuk arahan dalam pengananan pasien anak yang tertular COVID-19.

Sumber:

  • Webinar AnakkuID dengan judul “Kasusnya Meningkat! Bagaimana Melindungi Anak dari COVID-19?”, dengan pembicara dr. Yogi Prawira, Sp.A(K) pada hari Sabtu, 10 Juli 2021.
Polling
Perlukah anak di imunisasi?
Silahkan Login untuk isi Polling LIHAT HASIL
Komentar
Silahkan Login untuk komentar
Punya pertanyaan seputar Ibu dan anak? Kamu bisa bertanya pada ahlinya di sini

Kirim Pertanyaan